Thursday, May 21, 2015

Suatu hari dikelas...

“Yaudah dong gausah marah-marah gitu, kau pikir seperti  itu bagus ?, marah didepan teman-teman kau karena hal spele itu ?” kata Tigor sambil menahan Mika.
“Kau tau kah ? yang begini tra bisa saya terima, mereka orang so terlalu banyak menghina saya e !”, jawab Mika.
Lalu mika kembali berteriak belakang kelas kepada semua teman sekelasnya, “Saya datang kesini deng damai, tra pernah saya menghina kalian toh ? tapi kalian terus saja menghina saya !”, teriak Mika sambil menggebrak meja kayu didepannya dengan tampang marah seperti HULK tapi  berwarna merah.
Hari itu kondisi kelas sangatlah gaduh, Mika berteriak kencang, sambil menendang meja-meja yang berada didepannya, seakan ingin menunjukan bahwa dia sangatlah marah dengan tindakan teman sekelas yang menurutnya sangat kelewatan.
 Menurutku ini sepele, Mika hanya tidak bisa menerima bercandaan teman sekelas, karena jelas cara bercanda orang di Jakarta sangatlah berbeda  dengan cara bercanda orang-orang di kota asalnya Jayapura. Sehingga menimbulkan rasa sakit hati.
Aku hanya duduk didepan bersama teman lainnya. Mencoba untuk mendiamkan Mika yang sedang marah, kami menganggap itu hal yang tidak perlu di pertontonkan atau bahkan diperpanjang, karena kita dan Mika bukanlah anak kecil, Kita sudah dewasa dan pasti Mika akan mengerti kelak bahwa bercandaan tidaklah perlu dianggap serius, meski terkadang sedikit kelewatan.
 Taklama setelah Mika tenang jam kedua pun dimulai, pelajaran mengenai Collition Regulation dimulai, Mika duduk sendirian dipojok kanan depan kelas. Terlihat darimatanya bahwa masih ada gejolak di hatinya untuk memaafkan teman-temannya tetapi di fikirannya selalu mengatakan bahwa teman-temannya sudah kelewatan dan dia tidak harus memaafkan kawan-kawannya.
Namun apa daya, dia tidak membawa buku Collition Regulation, sedangkan pelajaran itu tanpa buku, sama saja seperti belajar Bahasa inggris tanpa kamus, bisa kita dengar, tapi tidak bisa kita mengerti. Kebetulan aku bawa bukunya, ku ajak Mika duduk disebelahku, Dia menengok kepadaku dan langsung pindah kesebelahku.
Kami tidak berbicara banyak,
“Bet rule yang keberapa ini yang sedang dibahas e ?”
“yang ke 7 Mik”, jawabku
“aduh ini jam saya benar kah bet ? jam saya so jam 6, kenapa kau pung jam masih jam 6 kurang ?”
“yaelah Mik hanya beda 10 menit” jawabku kepada Mika yang mukanya sudah tidak sabar ingin pulang
“ yasudah makanya kau taruh tangan kirimu kearah dosen agar dia tahu ini sudah jam 6” kataku kepada Mika. Memang kebetulan dosen kami berada beberapa cm didepan kita. Tanpa menunggu lama Mika langsung  menggunakan tangan kirinya untuk menopang jidatnya sehingga dosen yang sedang berbicara tidak jauh dari kami langsung menghentikan pelajaran.
Kemudian Mika nyengir lebar kearahku, dan berkata “Hebat juga cara ngoni Bet ! baru sebentar saya kasih tunjuk saya pung jam, itu dosen langsung selesai ngajar”.
“Pea kau Mik” kataku sambil ikut nyengir.

Tuesday, May 19, 2015

Go for Passion Back for Love

Tidak ada satupun yang ingin ditinggal atau meninggalkan  orang yang kita cinta,
Tidak ada satupun juga orang yang mau meninggalkan cita-cita besar kita demi cinta.

Disinilah aku mewakili para pejuang cinta dan cita-cita.

Aku pergi bukan untuk bersenang-senang, ataupun menghabiskan uang. Aku ingin menjelajahi dunia, mengarungi samudra, melawan ombak, dan terlempar kesana kemari. Sebuah alasan konyol jika cita-cita ini kulakukan hanya untuk berfoya-foya, menghabiskan uang, dan bersenang-senang. 
Cita-cita ini memang menghasilkan uang.
Tapi bukan hanya uang yang ingin aku buktikan
Tapi dari segala rintangan itulah aku mendapatkan kepuasan.

Mengapa ?

 karena darisitu aku bisa membuktikan kepada cinta, bahwa ombak setinggi apapun, rintangan sesulit apapun akan ku terjang,

Agar bisa kembali pulang dengan selamat untuk orang yang aku cinta.